Dalam upaya memperluas wilayah kekuasaannya di penjuru Jawa, Mataram mengandalkan pasukan yang terlatih. Salah satunya pasukan pemanah atau yang disebut Panyutro yang berada di garis depan pertempuran dengan menyandang busur panah (jemparing). Anak-anak panah yang dilesatkan para prajurit Mataram merupakan pembuka perang bersama kibaran panji-panji lambang keagungan dan kewibawaan raja.
Untuk mendapatkan pasukan handal, kerajaan menggelar latihan dan kejuaraan panahan rutin yang diikuti para prajurit maupun bangsawan. Latihan ditujukan untuk mengolah rasa sehingga para ksatria bisa tetap tenang di medan laga. Ketenangan menjadi kunci penting dalam setiap pertempuran. Pasukan yang menyerang dengan membabi buta tanpa strategi hanya akan membuang anggaran dan kekalahan. Kejuaraan dilangsungkan untuk menemukan pemanah-pemanah unggul.
Para Panyutro dilatih untuk dapat memanah tepat sasaran dengan menggunakan bandul yang terbuat dari batangan kayu lunak dimana pada bagian ujungnya diberi warna merah yang diibaratkan kepala musuh. Mereka juga dilatih melesatkan anak-anak panah dari jarak jauh. Tenang dan maju perlahan tetapi meraih kemenangan merupakan didikan bagi mereka. Sebuah olah rasa yang mengandalkan kedamaian batin.
Saat ini, olah rasa ala ksatria Mataram itu dapat dirasakan kembali melalui olahraga jemparingan. Dengan menggunakan busur panah tradisional Mataram, siapapun bisa melatih konsentrasi dan ketenangan jiwa. Jemparingan berbeda dengan olahraga panahan dimana pemanah diharuskan duduk bersila dengan posisi menyamping. Busur panah juga harus dipegang sedikit menyamping. Agak menyulitkan dari panahan biasa yang umumnya dilesatkan dengan berdiri.
Jemparingan berkembang sebagai olahraga setelah perang kemerdekaan usai. Para bangsawan Mataram menjadikan jemparingan sebagai wadah membangun relasi. Mengolah rasa sambil menikmati kudapan Jawa dan membicarkan peluang kerjasama sampai sekadar bersenda gurau.
Kini,jemparingan dapat diikuti siapa saja yang ingin mengenal budaya. Berbagai lomba juga digelar Kraton Yogyakarta maupun Kraton Surakarta yang menjadi penerus Mataram. Para penjemparing atau pemanah diharuskan memakai pakaian tradisional Jawa sebagai bagian melestarikan budaya. Memaknai setiap lesatan anak panah menjadi inti olahraga ini karena anak panah yang terlempar dari busur panah dipengaruhi suasana hati.
0 Komentar