Ajang perhelatan olahraga bagi kaum difabel se-Asia, Asian Para Games, telah berakhir pada Jumat 13 Oktober 2018. Indonesia menorehkan prestasi membanggakan. Duduk di peringkat kelima dengan 37 medali emas, 47 medali perak, dan 51 perunggu. Prestasi itu melampaui target Presiden Joko Widodo yang semula menargetkan para atlet merebut posisi kedelapan dengan 16 medali emas.
“Tapi semua meleset. Melesetnya ke atas!” Ujar Presiden Joko Widodo.
Keberhasilan Indonesia yang bermain pada 337 nomor lomba dan pertandingan dan menurunkan 586 atlet merupakan pembuktian jika para pemuda dengan keterbatasan fisik mampu menorehkan prestasi di ajang internasional. Terlahir dengan tubuh kurang sempurna atau terpaksa kehilangan anggota tubuh atau fungsi tubuh karena kecelakaan bukan halangan untuk memberikan yang terbaik dalam hidup.
Asian Para Games memang menjadi aksi unjuk gigi bagi para penyandang disabilitas. Bahkan, para penderita cerebral palsy turut serta dalam lomba boccia yang merupakan lomba lempar bola, semacam lempar peluru. Olahraga ini membuka mata bagi para orangtua yang memiliki anak dengan cerebral palsy jika anak mereka bisa melakukan hal luar biasa sama seperti orang lain. Boccia yang baru dikenal di Indonesia melalui Asian Para Games kali ini, boccia menjadi penyemangat baru para penyandang cerebral palsy. Walaupun tidak menyumbangkan medali, cabang olahraga untuk difabel dengan keterbatasan gerak ini seolah oase.
Cabang olahraga catur menjadi penyumbang medali emas terbanyak bagi kontingen Indonesia dalam Asian Para Games 2018 dengan raihan 11 medali emas, 3 perak, dan 3 perunggu. Pecatur peraih medali emas, Tati Karhati, mengatakan keterbatasan bukan halangan untuk tetap meneruskan hidup dan berprestasi.
“Jangan minder, tetap semangat. Pasti apapun yang diciptakan Allah itu tidak ada yang tidak berguna pasti ada manfaatnya, kita begini juga pasti ada manfaatnya,”ujarnya.
Tati tumbuh besar dalam keluarga tuna netra. Tiga kakaknya juga tidak bisa melihat. Menurut orangtua, mereka mengalami demam tinggi saat kecil yang berujung pada penurunan hingga hilangnya penglihatan.
Pemerintah memberikan apresiasi bagi para atlet difabel sama dengan mereka yang bertarung dalam Asian Games 2018. Dalam kategori perorangan, peraih medali emas mendapatkan bonus sebesar Rp 1,5 milyar, perak Rp 500 juta, dan perunggu Rp 250 juta. Untuk kategori ganda, peraih emas mendapatkan bonus Rp 1 milyar, perak Rp 400 juta, dan perunggu Rp 200 juta. Atlet beregu peraih medali emas mendapatkan bonus Rp 750 juta, perak Rp 300 juta, dan perunggu Rp 150 juta. Pelatih perseorangan dan genda yang atletnya memperoleh medali emas diberikan bonus Rp 450 juta, perak Rp 300 juta, dan perunggu Rp 150 juta. Pelatih perseorangan dan ganda yang atletnya meraih emas mendapatkan bonus Rp 450 juta, perak Rp 150 juta, dan perunggu Rp 75 juta. Asisten pelatih perseorangan dan ganda diberikan bonus Rp 300 juta untuk emas, Rp 100 juta perak, dan Rp 50 juta untuk perunggu. Asisten pelatih ganda dan beregu yang atletnya meraih medali emas mendapatkan Rp 375 juta, perak Rp 125 juta, dan perunggu 62,5 juta. Selain itu, atlet dan pelatih juga mendapat peluang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nachrowi, mengatakan akan terus memperbaiki penanganan olahraga bagi penyandang disabilitas. Asian Para Games menurut Nachrowi, juga menjadi pembuktian kepada masyarakat jika mereka yang kurang sempurna juga hebat.
“Nah ini saya mendoakan
mereka agar terus memotivasi kami, menginspirasi kami yang mendapatkan amanah
agar kebijakan ke depan berpijak kepada mereka. Tentu masyarakat tidak ada lagi
ruang sedikit pun untuk memandang mereka sebelah mata," katanya.
Asian Para Games 2018 merupakan perhelatan kelima bagi penyandang disabilitas
se-Asia yang kelima. Sebanyak 886 atlet dari 39 negara tercatat bersaing pada
ajang bergengsi itu. Namun, 11 orang diantaranya gugur saat klasifikasi yang
dilakukan tim ahli. Ajang ini mempertandingkan 18 cabang olahraga.
Para atlet yang akan bertarung harus memenuhi dua standar Asian Paralympic
Committe (APC). Pertama, agar bisa ikut
dalam Asian Para Games para atlet harus memiliki lisensi Komite Paralimpik
Internasional (IPC), otoritas tertinggi Paralimpik, yang masih aktif pada musim
2018. Selain itu, mereka harus mencapai Minimum Entry Standard (MES) dalam
World Para Athletic Recognice Competition. Kedua, mereka juga
harus lolos proses klasifikasi Asian Para Games 2018.
Proses klasifikasi dilakukan 91 classifier bersertifikat internasional untuk proses klasifikasi. Sekitar 52 classifier berasal dari Asia, sementara sisanya dari Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, hingga Afrika. Proses klasifikasi dilakukan pada 2-5 Oktober memengaruhi tiga kategori atlet; Phsycal Impairment (PI), Visual Impairment (VI), dan Intelectual Impairment (II).
Kelompok PI adalah kelompok atlet
disabilitas daksa, kelompok VI adalah kelompok atlet disabilitas netra, dan
Kelompok II merupakan kelompok atlet dengan disabilitas intelektual.
Di antara
kelompok tiga kelompok tersebut, kelompok PI atau disabilitas daksa atau para
atlet yang memiliki kelemahan fisik mempunyai sub-jenis paling banyak. Ada
jenis disabilitas karena panjang kaki yang berbeda, kerja otot yang lemah,
hingga athetosis.
0 Komentar